Pakaian itu mestilah menutup aurat, seperti yang dikehendaki syrari’at Islam
-Tudung kepala, hendak-lah di-labuhkan sehingga ke-paras bawah dada.
-Bersarung kaki / berstokin untuk menutup aurat bahagian kaki.
-Pakaian tidak terlalu nipis, ketat dan sempit.
-Warna pakaian suram atau gelap seperti kelabu, hitam, biru tua, hijau tua. Tidak boleh berwarna-warni, berbunga-bunga menarik dan tabarruj.
-Pakaian tidak dikenakan wangi-wangian, kecuali ketika bersama suami di-rumah.
-Tidak berhias-hias, bermake-up, bergincu bibir terlalu merah ketika keluar rumah sehingga menarik perhatian lelaki bukan muhrim, kecuali bersama suami di rumah. Juga tidak bergelang-jurai emas hingga ke pangkal lengan, ketika keluar rumah semacam hendak menunjuk-nunjuk.
-Pakaian tidak menyerupai kaum lelaki ataupun wanita kafir / musyrik.
-Jika keluar berjalan jangan-lah memakai kasut bertumit, sehingga berberbunyi keletok-keletok yang boleh mengganggu ketenteraman kaum lelaki.
-Jika berjalan , jangan di-lenggang-lenggokkan badan serta gaya berjalan yang juga boleh mengganggu ketenteraman kaum lelaki.
Jilbab Wanita Muslimah
Oleh: Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany
Penelitian kami terhadap ayat-ayat Al-Quran,
As-Sunnah dan atsar-atsar Salaf dalam masalah yang penting ini,
memberikan jawaban kepada kami bahwa jika
seorang wanita keluar dari rumahnya,
maka ia wajib menutup seluruh anggota badannya
dan tidak menampakkan sedikitpun perhiasannya,
kecuali wajah dan dua telapak tangannya,
maka ia harus menggunakan pakaian (jilbab)
yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Meliputi Seluruh Badan
Selain Yang Dikecualikan
Syarat ini terdapat dalam firman Allah
dalam surat An-Nuur : 31 berbunyi :
“Katakanlah kepada wanita yang beriman :
“Hendaklah mereka menahan pandangan mereka
dan memelihara kemaluan mereka dan
janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali
yang (biasa) nampak dari mereka.
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka,
dan janganlah menampakkan perhiasan mereka,
kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka
atau ayah suami mereka (mertua)
atau putra-putra mereka atau putra-putra
suami mereka atau saudara-saudara mereka (kakak dan adiknya)
atau putra-putra saudara laki-laki mereka
atau putra-putra saudara perempuan mereka
(=keponakan) atau wanita-wanita Islam atau
budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)
atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita.
Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Dan bertaubatlah kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Juga firman Allah dalam surat Al-Ahzab : 59 berbunyi :
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mumin :
“Hendaklah mereka mengulurkann jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya :
“Janganlah kaum wanita menampakkan
sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi,
kecuali yang tidak mungkin disembunyikan.”
Ibnu Masud berkata :
Misalnya selendang dan kain lainnya.
“Maksudnya adalah kain kudung yang biasa
dikenakan oleh wanita Arab di atas
pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak,
maka itu bukan dosa baginya,
karena tidak mungkin disembunyikan.”
Al-Qurthubi berkata :
Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan.
Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan
oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa
Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah
sedangkan ia memakai pakaian tipis.
Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya :
“Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita
itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada
bagian tubuhnya yang terlihat,
kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk
wajah dan telapak tangannya. Allah Pemberi
Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya.”
2. Bukan Berfungsi Sebagai Perhiasan
Ini berdasarkan firman Allah dalam surat
An-Nuur ayat 31 berbunyi :
“Dan janganlah kaum wanita itu
menampakkan perhiasan mereka.”
Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa
jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan
kaum laki-laki melirikkan pandangan kepadanya.
Hal ini dikuatkan oleh firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 33 :
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah
laku seperti oang-orang jahiliyah.”
Juga berdasarkan sabda Nabi :
“Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu
, seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah
dan mendurhakai imamnya serta meninggal
dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita
atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya)
lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal
oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi
keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj.
Ketiganya itu tidak akan ditanya.”
(Dikeluarkan Al-Hakim 1/119 dan disepakati Adz-Dzahabi;
Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam
Al-Adab Al-Mufrad; At-Thabrani dalam Al-Kabir; Al-Baihaqi dalam As-Syuaib).
Tabarruj adalah perilaku wanita yang
menampakkan perhiasan dan kecantikannya
serta segala sesuatu yang wajib ditutup
karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki.
(Fathul Bayan VII/19).
3. Kainnya Harus Tebal (Tidak Tipis)
Sebab yang namanya menutup itu tidak akan
terwujud kecuali harus tebal.
Jika tipis, maka hanya akan semakin memancing fitnah
(godaan) dan berarti menampakkan perhiasan.
Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda :
“Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita
yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang.
Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) unta.
Kutuklah mereka karena sebenarnya
mereka adalah kaum wanita yang terkutuk.”
Di dalam hadits lain terdapat tambahan :
“Mereka tidak akan masuk surga dan juga
tidak akan mencium baunya,
padahal baunya surga itu dapat dicium
dari perjalanan sekian dan sekian.”
(At-Thabrani dalam Al-Mujam As-Shaghir hal. 232;
Hadits lain tersebut dikeluarkan
oleh Muslim dari riwayat Abu Hurairah.
Lihat Al-HAdits As-Shahihah no. 1326).
Ibnu Abdil Barr berkata :
Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita
yang mengenakan pakaian yang tipis,
yang dapat mensifati (menggambarkan)
bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup
atau menyembunyikannya.
Mereka itu tetap berpakaian namanya,
akan tetapi hakekatnya telanjang.
(dikutip oleh As-Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik III/103).
Dari Abdullah bin Abu Salamah,
bahawsannya Umar bin Al-Khattab pernah memakai
baju Qubthiyah (jenis pakaian dari Mesir
yang tipis dan berwarna putih)
kemudian Umar berkata :
Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri-istrimu !.
Seseorang kemudian bertanya
: Wahai Amirul Muminin,
Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan
telah aku lihat di rumah dari arah depan
maupun belakang, namun aku tidk melihatnya
sebagai pakaian yang tipis ! Maka Umar menjawab
: Sekalipun tidak tipis, namun ia mensifati
(menggambarkan lekuk tubuh).
(Riwayat Al-Baihaqi II/234-235;
Muslim binAl-Bitthin dari Ani Shalih dari Umar).
Atsar di atas menunjukkan bahwa pakaian
yang tipis atau yang mensifati dan menggambarkan
lekuk-lekuk tubuh adalah dilarang.
Yang tipis (transparan) itu lebih parah
daripada yang menggambarkan lekuk tubuh (tapi tebal).
Oleh karena itu Aisyah pernah berkata : “Yang namanya khimar adalah yang dapat menyembunyikan kulit dan rambut.”
4. Harus Longgar (Tidak Ketat)
Sehingga Tidak Dapat Menggambarkan
Sesuatu Dari Tubuhnya
Usamah bin Zaid pernah berkata
: Rasulullah pernah memberiku baju
Quthbiyah yang tebal yang merupakan
baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau.
Baju itu pun aku pakaikan pada istriku.
Nabi bertanya kepadaku :
“Mengapa kamu tidak mengenakan baju Quthbiyah ?”
Aku menjawab : Aku pakaiakan baju itu pada istriku.
Nabi lalu bersabda :
“Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Quthbiyah itu,
karena saya khawatir baju itu masih bisa
menggambarkan bentuk tulangnya.”
(Ad-Dhiya Al-Maqdisi dalam Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441;
Ahmad dan Al-Baihaqi dengan sanad Hasan).
Aisyah pernah berkata :
Seorang wanita dalam shalat harus
mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar.
Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-nya
(pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya. (Ibnu Sad VIII/71).
Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar :
Jika seorang wanita menunaikan shalat,
maka ia harus mengenakan seluruh pakainnya :
Baju, khimar dan milhafah (mantel).
(Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf II:26/1).
Ini semua juga menguatkan pendapat yang
kami pegangi mengenai wajibnya menyatukan
antara khimar dan jilbab bagi kaum wanita jika keluar rumah.
5. Tidak Diberi Wewangian Atau Parfum
Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata :
Rasulullah bersabda :
“Siapapun wanita yang memakai wewangian,
lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.”
(An-Nasai II/283; Abu Daud II/192;
At-Tirmidzi IV/17; Ahmad IV/100,
Ibnu Khuzaimah III/91; Ibnu Hibban 1474;
Al-Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).
Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda :
“Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita)
keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya
dengan (memakai) wewangian.”
(Muslim dan Abu Awanah dalam kedua kitab Shahih-nya;
Ash-Shabus Sunan dn lainnya).
Dari AbuHurairah bahwa ia berkata :
Rasulullah bersabda : “Siapapun wanita yang memakai bakhur
(wewangian yang berasal dari pengasapan),
maka janganlah ia menyertai kami dalam
menunaikan shalat Isya yang akhir.” (ibid)
Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah :
Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya
dan bau wewangian menerpanya.
Maka Abu Hurairah berkata :
Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ?
Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata
: Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena sesungguhnya
aku telah mendengar Rasulullah bersabda :
“Jika seorang wanita keluar menuju masjid
sedangkan bau wewangian menghembus maka
Allah tidak menerima shalatnya,
sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya
lalu mandi.” (Al-Baihaqi III/133; Al-Mundziri III/94).
Alasan pelarangannya sudah jelas,
yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi.
Ibnu Daqiq Al-Id berkata :
Hadits tersebut menunjukkan haramnya
memakai wewangian bagi wanita yang
hendak keluar menuju masjid,
karena hal itu akan dapat membangkitkan
nafsu birahi kaum laki-laki
(Al-Munawi dalam Fidhul Qadhir
dalam mensyarahkan hadits dari Abu Hurairah).
Saya (Al-Albany) katakan :
Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita
yang hendak keluar menuju masjid,
lalu apa hukumnya bagi yang hendak
menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ?
Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih h
aram dan lebih besar dosanya.
Al-Haitsami dalam kitab AZ-Zawajir II/37
menyebutkan bahwa keluarnya seorang
wanita dari rumahnya dengan memakai
wewangian dn berhias adalah termasuk
perbuatan kabair (dosa besar) meskipun suaminya mengizinkan.
6. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki
Karena ada beberapa hadits shahih
yang melaknat wanita yang menyerupakan
diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun lainnya.
Dari Abu Hurairah berkata :
Rasulullah melaknat pria yang
memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai
pakaian pria (Abu Daud II/182;
Ibnu Majah I/588; Ahmad II/325;
Al-Hakim IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).
Dari Abdullah bin Amru yang berkata :
Saya mendengar Rasulullah bersabda :
“Tidak termasuk golongan kami para
wanita yang menyerupakan diri dengan
kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan d
iri dengan kaum wanita.”
(Ahmad II/199-200; Abu Nuaim dalam Al-Hilyah III/321)
Dari Ibnu Abbas yang berkata :
Nabi melaknat kaum pria yang bertingkah
kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang
bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda :
“Keluarkan mereka dari rumah kalian.
Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar
juga mengeluarkan si fulan.” Dalam lafadz lain :
“Rasulullah melaknat kaum pria yang
menyerupakan diri dengan kaum wanita dan
kaum wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria.”
(Al-Bukhari X/273-274; Abu Daud II/182,305;
Ad-Darimy II/280-281; Ahmad no.
1982,2066,2123,2263,3391,3060,3151 dan 4358;
At-Tirmidzi IV/16-17; Ibnu Majah V/189;
At-Thayalisi no. 2679).
Dari Abdullah bin Umar yang berkata :
Rasulullah bersabda : “Tiga golongan yang tidak
akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang
mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka
kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah
kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki
dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).
” (An-Nasai !/357; Al-Hakim I/72 dan IV/146-147
disepakati Adz-Dzahabi; Al-Baihaqi X/226
dan Ahmad II/182).
Dalam haits-hadits ini terkandung petunjuk
yang jelas mengenai diharamkannya tindakan
wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya.
Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya,
kecuali hadits yang pertama yang hanya
menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja.
7. Tidak Menyerupai Pakaian Wanita-Wanita Kafir
Syariat Islam telah menetapkan bahwa
kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan)
tidak boleh bertasyabuh (menyerupai)
kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah,
ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas mereka.
Dalilnya : Firman Allah surat Al-Hadid :
16, berbunyi :
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman,
untuk tunduk hati mereka mengingat Allah
dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)
dan janganlah mereka seperti orang-orang yang
sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya,
kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka
lalu hati mereka menjadi keras.
Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al-Iqtidha hal. 43
: Firman Allah “Janganlah mereka seperti…
” merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka,
di samping merupakan larangan khusus dari
tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati
akibat kemaksiatan. Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini
(IV/310) berkata : Karena itu Allah melarang
orang-orang beriman menyerupai mereka dalam
perkara-perkara pokok maupun cabang.
Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu k
atakan (kepada Muhammad) : “Raaina” tetapi katakanlah
“Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.”
Ibnu Katsir I/148 berkata
: Allah melarang hamba-hamba-Nya
yang beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan
dan tindakan-tindakan orang-orang kafir.
Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan
plesetan kata dengan tujuan mengejek.
Jika mereka ingin mengatakan
“Denagrlah kami” mereka mengatakan
“Raaina” sebagai plesetan kata “ruunah”
(artinya ketotolan) sebagaimana firman
Allah dalam surat An-Nisa ayat 46.
Allah telah memberi tahukan (dalm surat Al-Mujadalah : 22)
bahwa tidak ada seorang mumin yang mencintai orang-orang kafir.
Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir,
maka ia bukan orang mumin, sedangkan tindakan
menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal
yang dicurigai sebagai wujud kecintaan,
oleh karena itu diharamkan
8. Bukan Pakaian Untuk Mencari
Popularitas (Pakaian Kebesaran)
Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata :
Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa mengenakan pakaian (libas)
syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan
pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat,
kemudian membakarnya dengan api neraka.”
(Abu Daud II/172; Ibnu Majah II/278-279).
Libas Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai
dengan tujuan untuk meraih popularitas di
tengah-tengah orang banyak, baik pakain tersebut mahal,
yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan
dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai
rendah, yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan
kezuhudannya dan dengan tujuan riya
(Asy-Syaukani dalam Nailul Authar II/94).
Ibnul Atsir berkata : “Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu.
Maksud dari Libas Syuhrah adalah pakaiannya
terkenal di kalangan orang-orang yang mengangkat
pandangannya mereka kepadanya.
Ia berbangga terhadap orang lain dengan
sikap angkuh dan sombong.”
Kesimpulannya adalah :
Hendaklah menutup seluruh badannya,
kecuali wajah dan dua telapak dengan
perincian sebagaimana yang telah dikemukakan,
jilbab bukan merupakan perhiasan, tidak tipis,
tidak ketat sehingga menampakkan bentuk tubuh,
tidak disemprot parfum, tidak menyerupai pakaian
kaum pria atau pakaian wanita-wanita kafir
dan bukan merupakan pakaian untuk mencari
popularitas.
Diambil dari Kitab Jilbab
Al-Marah Al-Muslimah fil Kitabi
was Sunnah (Syaikh Al-Albany)
Sumber : Google.co.id
0 komentar:
Posting Komentar